Lhoksukon | Infoacehutara.com — Semangat kolaborasi mewarnai kegiatan Penguatan Sinergisitas Kelembagaan dalam Strategi Pengawasan Pemilu yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu/Panitia Pengawas Pemilihan (Bawaslu/Panwaslih) Kabupaten Aceh Utara. Kegiatan ini berlangsung di Aula Setdakab, Kantor Bupati Aceh Utara, Lhoksukon, pada Senin (29/9/2025).
Forum ini bertujuan memperkuat peran lintas sektor dalam menjamin Pemilu yang jujur dan berintegritas, dengan sorotan utama pada isu dualisme kelembagaan pengawasan di Aceh.
Acara ini dihadiri oleh Ketua Bawaslu Provinsi Aceh Agus Syahputra beserta Anggota Yusriadi, Wakil Bupati Aceh Utara Tarmizi Panyang, Asisten I Setdakab Fauzan, Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara Tajuddin, Ketua KIP Aceh Utara Hidayatul Akbar, Forkopimda serta para ketua lembaga.
Dalam sambutannya, Ketua Bawaslu Provinsi Aceh, Agus Syahputra, menekankan bahwa pengawasan Pemilu bukan sekadar mencari kesalahan peserta, tetapi lebih pada upaya pencegahan.
“Kita berharap tidak ada pelanggaran, baik karena tidak tahu aturan maupun sengaja melanggarnya. Sebab, konsekuensinya berat—mulai dari kurungan hingga denda puluhan juta rupiah,” tegasnya.
Senada dengan hal tersebut, Wakil Bupati Aceh Utara, Tarmizi Panyang, menyampaikan bahwa keberhasilan Pemilu tidak hanya ditentukan oleh penyelenggara, melainkan juga partisipasi seluruh elemen masyarakat.
“Kunci suksesnya adalah sinergi. Tantangan pengawasan semakin kompleks, dari politik uang hingga serangan hoaks di media sosial. Karenanya, kita harus bekerja sama lintas sektor,” ujar Wabup dalam sambutannya.
Kebingungan Publik Akibat Dualisme Kelembagaan
Isu krusial yang diangkat dalam forum ini adalah persoalan dualisme kelembagaan dalam pengawasan Pemilu dan Pemilihan di Aceh. Yusriadi, Koordinator divisi SDMO Bawaslu Aceh yang bertindak sebagai pemateri, menyoroti bahwa kondisi ini kerap menimbulkan kebingungan di masyarakat maupun peserta Pemilu.
Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 mengatur bahwa pengawas pemilihan kepala daerah dibentuk oleh DPR Aceh dan DPRK, sementara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengatur bahwa Panwaslih hanya berwenang mengawasi Pemilu legislatif dan presiden.
“Perbedaan aturan ini membuat kelembagaan terkesan tumpang tindih,” ungkap Yusriadi.
“Bagi penyelenggara mungkin lebih ringan karena kewenangan dibagi, tetapi bagi publik justru membingungkan. Ada dua lembaga dengan tugas hampir sama, padahal masyarakat menghadapi proses Pemilu dan Pemilihan dalam waktu yang berdekatan,” tambahnya.
Yusriadi menilai kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari pembuat regulasi. Ia berharap ada penyempurnaan aturan agar pengawasan Pemilu lebih jelas, efisien, dan tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.
Komitmen Dukungan Pemerintah dan Legislatif
Sementara itu, Asisten I Setdakab, Fauzan, mengingatkan bahwa Aceh Utara dengan 27 kecamatan, 852 desa, dan lebih dari seribu TPS memiliki tantangan besar dalam penyelenggaraan Pemilu. Ia menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pengawasan, termasuk dengan menyediakan anggaran asuransi bagi ribuan petugas KPPS.
Dukungan serupa juga datang dari legislatif. Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara, Tajuddin, menambahkan bahwa DPRK siap mendukung penuh Panwaslih, baik dalam bentuk kebijakan maupun anggaran. Ia berharap dualisme kelembagaan dapat segera diselesaikan demi efektivitas pengawasan.
Melalui kegiatan ini, seluruh pihak sepakat untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi. Harapannya, Pemilu di Aceh Utara dapat berlangsung bersih, jujur, dan berintegritas, sekaligus menjadi teladan bagi daerah lain. []