Lhoksukon | Infoacehutara.com — Polres Aceh Utara berhasil menangkap enam orang pria yang diduga menyebarkan ajaran menyimpang dari agama Islam. Mereka diketahui merupakan bagian dari kelompok bernama Millah Abraham. Penangkapan dilakukan di tiga lokasi berbeda pada akhir Juli 2025.
Para terduga pelaku ditangkap secara terpisah, yaitu di Lhoksukon pada 26 Juli, serta di Kabupaten Pidie dan Kota Bireuen pada 28 dan 29 Juli.
Pengungkapan kasus ini disampaikan dalam konferensi pers di Mapolres Aceh Utara pada Kamis (7/8/2025) yang dihadiri oleh Kapolres Aceh Utara AKBP Trie Aprianto, Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, dan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara Abu Manan.
Kapolres Aceh Utara AKBP Trie Aprianto menjelaskan bahwa keenam pelaku memiliki peran masing-masing dalam struktur organisasi kelompok tersebut. Mereka adalah:
- AA (48), warga Kota Medan, sebagai Imam 1 dan pembaiat.
- HA (60), warga Bireuen, sebagai Imam 2.
- RH (39), warga Kota Medan, sebagai Imam 4.
- ES (38), warga Jakarta, sebagai bendahara.
- NAJ (53), warga Lhoksukon, sebagai utusan atau duta.
- M (27), warga Bireuen, sebagai sekretaris.
Menurut Kapolres, kelompok Millah Abraham menyebarkan paham yang menyimpang dari ajaran Islam, di antaranya:
- Meyakini Ahmad Musadeq sebagai nabi ke-26 setelah Nabi Muhammad SAW.
- Tidak mempercayai mukjizat Nabi Isa AS dan Nabi Musa AS.
- Menyatakan bahwa Nabi Adam lahir dari seorang ibu dan memiliki ayah.
- Tidak mewajibkan salat lima waktu.
- Mengakui jumlah ayat Al-Qur’an sebanyak 9.236 ayat, bukan 6.666 ayat seperti yang umum diyakini umat Islam.
Jerat Hukum dan Barang Bukti
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa buku-buku ajaran Millah Abraham yang dinilai berpotensi menyesatkan akidah.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2) jo Pasal 7 ayat (1), (2), (3), dan (4) Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah. Mereka terancam hukuman cambuk minimal 30 kali dan maksimal 60 kali, serta pidana penjara paling lama lima tahun.
Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, AKP Boestani, menambahkan bahwa kelompok ini memiliki jaringan dan perwakilan di hampir seluruh wilayah Aceh. Modus operandi mereka adalah dengan menyatakan keluar dari Islam (murtad) dan menafsirkan Al-Qur’an sesuai versi ajaran mereka sendiri.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap ajaran menyimpang dan segera melaporkannya kepada pihak berwajib jika menemukan aktivitas mencurigakan yang dapat merusak akidah dan ketertiban sosial. []