Banda Aceh | Aliansi.ID — Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA) Kota Banda Aceh menggelar diskusi publik bertema “Mengawal Kekhususan dan Keistimewaan Aceh dalam Pemerintahan Mualem–Dek Fadh”, berlangsung di dKupi Aceh, Keudah, Kutaraja, Banda Aceh, Rabu (30/4/2025).
Kegiatan ini menjadi ajang konsolidasi lintas tokoh dan elemen masyarakat untuk memperkuat posisi hukum dan politik Aceh, khususnya menjelang revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang dijadwalkan dibahas pada Mei ini.
Empat tokoh dihadirkan sebagai narasumber utama, yakni Drs. Tgk. H. Adnan Beuransyah (mantan Ketua Komisi A DPRA periode 2009-2014), Tgk. H. M. Yunus, SH (mantan Ketua Komisi I DPRA), Dr. Tgk. M. Yusuf Al Qardhawi, SH, MH, CPM (akademisi dan Ketua Forum Komunikasi Doktor Aceh/FKDA), serta H. Ilmiza Saaduddin Djamal, SE, M (Ketua Komisi VII DPRA).
Dalam pemaparannya, Tgk. Adnan Beuransyah menekankan pentingnya menjaga perdamaian Aceh sebagai warisan berharga dari MoU Helsinki. Ia menyoroti belum terwujudnya substansi self-government sebagaimana diamanahkan dalam perjanjian damai tersebut. Ia juga mengingatkan bahwa secara prinsip, hanya enam kewenangan yang menjadi milik pemerintah pusat, selebihnya adalah kewenangan Aceh.
Sementara itu, Tgk. H. M. Yunus, SH menyatakan bahwa penggunaan nama “Nanggroe Aceh Darussalam” tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan dapat dikembalikan sebagai identitas resmi Aceh. Ia juga menegaskan bahwa MUNA bukan organisasi politik, melainkan wadah ulama-ulama kharismatik seperti Abu Paya Pasi dan Abu Paloh Gadeng. Ia mengingatkan agar elite politik tidak mengabaikan peran ulama dalam dinamika pembangunan Aceh.
Dr. Tgk. M. Yusuf Al Qardhawi dalam paparannya menyebutkan bahwa UUPA adalah produk konstitusional yang disahkan melalui persetujuan DPR RI dan ditandatangani Presiden. Ia menekankan bahwa perjuangan terhadap kekhususan Aceh harus dilakukan secara kompak dan berkelanjutan. Ia juga mengusulkan agar revisi UUPA melibatkan seluruh elemen masyarakat, serta meminta Baitul Mal untuk mengalokasikan sedikitnya 10.000 paket bantuan pendidikan bagi anak sekolah dan santri dayah.
Adapun H. Ilmiza Saaduddin Djamal menyampaikan bahwa pembahasan revisi UUPA dijadwalkan berlangsung pada 7 Mei 2025. Ia menyebut terdapat dua draf usulan revisi yang disusun Universitas Syiah Kuala (USK). Dari 150 pasal dalam UUPA, ada 11 pasal yang dianggap sangat penting terkait dengan kewenangan dan fiskal Aceh. Ia mengingatkan agar Aceh tidak mengalami nasib seperti Papua yang memperoleh dana otonomi khusus tetapi kehilangan banyak kewenangan.
Diskusi ini ditutup dengan penegasan bahwa qanun adalah produk hukum daerah yang setara dengan peraturan daerah di wilayah lain dan tetap berlaku kecuali dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Karena itu, parlemen Aceh memiliki peran strategis dalam mempertahankan kekhususan Aceh melalui regulasi lokal.
Moderator acara, Marwidin Mustafa, menutup diskusi dengan harapan agar perjuangan terhadap kekhususan Aceh terus dilanjutkan secara damai dalam bingkai NKRI, dengan tetap menjunjung nilai-nilai nasionalisme dan kearifan lokal.
MUNA Kota Banda Aceh menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan forum-forum intelektual dan kebijakan demi mengawal kekhususan dan keistimewaan Aceh secara berkelanjutan. []