JAKARTA | INFO ACEH UTARA – Pimpinan Pesantren Darul Munawwarah Pidie Jaya, Abiya Tgk H Anwar Usman Kuta Krueng menyampaikan sejumlah isu penting terkait persoalan yang saat ini dihadapi oleh pesantren-pesantren di Aceh kepada Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI Waryono Abdul Ghafur.
Pertemuan tersebut berlangsung di kantor Kemenag RI di Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta pada Kamis, 28 Juli 2022.
Ada empat poin penting yang disampaikan oleh Abiya Anwar kepada Direktur PD Pontren Kemenag RI, yaitu:
1. Penyaluran Bantuan Pemerintah Pusat yang Masih Melalui Bank Konvensional
Abiya Anwar mengatakan bahwa sejak berlakunya Qanun No. 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah, yang kemudian mengakibatkan semua bank konvensional di Aceh melakukan konversi dan migrasi, namun proses konversi yang tidak matang ini telah meninggalkan berbagai dampak dan persoalan yang belum ditangani dengan baik oleh para stakeholder terkait.
Salah satunya adalah terkait kendala penyaluran bantuan dari pemerintah pusat seperti bantuan Kemenag RI semisal program Program Indonesia Pintar (PIP) yang saat ini pencairannya masih dilakukan lewat bank konvensional. Sementara saat ini tak ada satu pun lagi bank konvensional yang beroperasi di Aceh. Hal ini kemudian mengakibatkan tidak adanya akses bagi masyarakat Aceh untuk dapat mencairkan bantuan. Di depan Direktur PD Pontren Kemenag RI, Abiya Anwar berharap agar Kemenag dapat mengeluarkan kebijakan khusus untuk Aceh sebagai solusi atas persoalan tersebut, apakah kebijakan itu berupa penyaluran via BSI atau solusi alternatif lainnya.
2. Beasiswa Untuk Guru-guru Ma’had Aly
Abiya Anwar juga menyinggung terkait kesungguhan komitmen pemerintah untuk mewujudkan Ma’had Aly yang setara dan se-martabat, dengan lembaga Pendidikan Tinggi keagamaan lainnya. Komitmen ini bisa diimplementasikan salah satunya lewat peningkatan SDM guru-guru Ma’had Aly melalui penyediaan dana beasiswa.
Hal ini cukup beralasan mengingat posisi Ma’had Aly memiliki legalitas yang yang sangat kuat dan menjadi bagian di sistem pendidikan nasional sebagaimana secara jelas nomenklatur Ma’had Aly telah disebutkan dalam dua Undang-Undang, yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Kedua Undang-Undang ini telah diturunkan ke dalam sejumlah regulasi turunannya diantaranya Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2019 tentang pendidikan tinggi keagamaan dan Peraturan Menteri Agama No 32 Tahun 2020.
3. Akselerasi Pengembangan Ma’had Aly
Berikutnya, poin yang mengemuka dalam pertemuan ini adalah terwujudnya akselerasi pengembangan Ma’had Aly, baik yang berkaitan dengan regulasi, kompetensi, afirmasi serta penjaminan mutu kelembagaan. Abiya memohon kepada direktur dengan tim resmi Kemenag yang telah dibentuk bisa membantu mempercepat hal tersebut.
4. Rekognisi Syahadah Pesantren Salafiyah Non Mu’adalah
Terakhir Abiya Anwar juga turut menyampaikan harapan atas adanya pengakuan negara lewat regulasi atas ijazah yang dikeluarkan oleh Pesantren Salafiyah yang tidak menerapkan satuan pendidikan muadalah, yaitu sistem pendidikan formal yang diselenggarakan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan pesantren dengan berbasis kitab kuning atau Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan muallimin secara berjenjang dan terstruktur.
Syahadah Pesantren Salafiyah menurut Abiya Anwar juga membutuhkan rekognisi yang mesti diatur lewat regulasi turunan. Sebab UU Pesantren secara jelas telah memberikan jaminan terhadap keberadaan pesantren secara umum tanpa membeda-bedakan sistem pendidikan yang dijalankannya.